Amandla Stenberg, Aktivis Muda di Layar Lebar

Sabtu, 20 April 2019 - 09:42 WIB
Amandla Stenberg, Aktivis Muda di Layar Lebar
Amandla Stenberg, Aktivis Muda di Layar Lebar
A A A
KEHADIRAN Amandla Stenberg di perhelatan Oscar, Februari lalu, menarik banyak pasang mata.

Dia menjadi aktris termuda dalam sejarah Oscar yang mempersembahkan penghargaan film terbaik. Tak heran, Amandla mengaku gugup saat berada di depan.

“Itu membuat saya merasa sangat terhormat. Sangat tersanjung dan saya seperti disambut ke dalam komunitas orang-orang yang saya hormati. Itu adalah kehormatan besar, bahkan untuk bisa berada di ruang ini, pada titik ini dalam hidup saya,” katanya kepada Entertainment Tonight.

Siapakah Amandla? Namanya mencuat setelah membintangi beberapa peran yang cukup berani untuk anak seusianya. Dia bermain dalam film berbau rasisme The Hate U Give (THUG). Kehadiran aktris muda yang baru berusia 20 tahun pada 23 Oktober lalu ini menjadi “pembeda” yang cukup signifikan.

Dikutip dari Time, Amandla menjadi aktris muda yang sadar sosial. Dia lebih dari seorang bintang film. Ia aktivis, perintis politik, dan menjadi “suara” bagi generasinya. Tampilan Amandla memang biasa saja, layaknya remaja lain.

Tapi, untuk bagian prinsip, dia mampu mengendalikan diri sendiri. Karakter ini juga yang sepertinya kuat terlihat saat Amandla berperan dalam THUG yang diadaptasi dari novel terlaris 2017 milik Angie Thomas dengan judul sama.

Di sini dia berhasil menampilkan sosok remaja berkulit hitam yang berani menghadapi kerasnya dunia terkait rasisme. Kinerja sensitif inilah yang membuatnya menjadi megastar . Amandla menyebut pembuatan film sebagai proses spiritual karena memaksanya untuk fokus pada perlakuan tidak adil polisi terhadap orang kulit berwarna.

Khusus untuk film THUG, sang sutradara George Tillman Jr memujinya. Meski terbilang masih remaja, Amandla dinilai mampu mengatasi beban yang paling kritis, seperti menyalurkan kemarahan, kesedihan, dan ketangguhan generasi muda seusianya.

“Dia memiliki kemampuan ini untuk membuat Anda merasa seperti Anda melihat real deal , yang berasal dari tingkat dedikasi terhadap materi yang jarang terjadi pada segala usia. Saya senang dengan pekerjaan yang saya lihat darinya, bahkan lebih menarik untuk memikirkan tentang pekerjaan yang belum dia lakukan,” sebut George, seperti dikutip The New York Times.

Selain THUG, Amandla juga berani mengambil peran berbeda dalam The Darkest Minds (2018) hingga yang terbaru Where Hands Touch (2018) yang menceritakan kisah cinta tahun 1940- an nan provokatif antara wanita kulit hitam dengan anggota Hitler Youth.

Dengan menyatukan ambisi kreatif dan politisnya, Amandla telah memicu potensi ekspresi diri dan keterbukaan diri. Kedua hal tersebut juga bisa menjadi sumber kekuatannya. “Saya berharap selalu melakukan pekerjaan yang mencerminkan apa yang saya yakini.

Jika seni bukan hal pribadi atau bersifat umum, maka itu tidak hanya berbicara kepada saya, tapi untuk semua,” sebutnya. Amandla memulai kariernya lewat film The Hunger Games (2012).

Lalu berlanjut ke film Everything, Everything (2017) ketika ia memerankan sosok remaja dengan penyakit langka, dan THUG (2018). Bisa dibilang The Hunger Games adalah pijakan yang cukup kuat bagi Amandla dalam dunia perfilman.

Banyak kritikus film memuji aktingnya. Majalah Time pernah dua kali memilihnya sebagai salah satu remaja paling berpengaruh di dunia. Gadis ini juga masuk dalam daftar 30 Under 30 Hollywood & Entertainment Class of 2018 versi Forbes.

Amandla mengaku terinspirasi oleh Oprah, Gloria Steinem, dan Beyonce. Dia dan aktris muda lain seperti Rowan Blanchard, Yara Shahidi, dan Zendaya menjadi identik dengan genus selebritas muda progresif. Perkenalan Amandla dengan dunia akting dimulai pada usia lima tahun.

Kala itu ia muncul dalam iklan boneka. Lalu, pada usia 12 tahun, Amandla tampil dalam film pertamanya, memainkan tokoh Zoe Saldana muda di film thriller tahun 2011, Colombiana.

Saat masih sekolah, dia sempat membuat video berjudul Don’t Cash Crop My Cornrows yang dirilis pada 2015. Video ini mengeksplorasi apresiasi budaya dengan cara yang menyenangkan dan bijaksana.

Dia berbicara secara terbuka tentang feminisme titik-temu dan identitas aneh, sampai akhirnya bisa memiliki banyak follower lebih dari 1,8 juta di Instagram . Selain akting, Amandla juga menyukai musik.

Dia telah bereksperimen dengan banyak instrumen seperti drum, gitar, dan biola. Amandla juga pernah menolak tawaran dari perusahaan mode besar karena alasan prinsip. Dia tidak menggunakan handphone kekinian dan menukarnya dengan Samsung Slider, lalu mundur dari media sosial (medsos).

Tapi, ia kemudian kembali ke medsos pada Januari tahun lalu. Amandla menyebut medsos sebagai pedang bermata dua. Amandla mengakui betapa penting hal itu dalam membantu orang-orang seperti dia agar merasa dilihat.

“Ketika media sosial mulai bermunculan, itu benar-benar menarik karena untuk pertama kalinya kami tidak bergantung pada institusi kulit putih untuk memberi kami platform perwakilan. Beberapa tahun kemudian, Anda melihat efeknya di Hollywood, keanekaragaman yang akhirnya digambarkan lewat layar,” katanya.

Tak Labeli Diri sebagai Aktivis
Amandla memang memberikan “warna berbeda” pada jajaran aktris muda lain. Mulai dari fisik hingga pemikiran dan peran yang diambilnya. Sang ibu merupakan keturunan Afrika- Amerika, sementara ayahnya berasal dari Denmark.

Tak heran, Amandla bisa mendapatkan bentuk muka dan fisik campuran nan unik. Dia juga disebutsebut sebagai aktivis muda. Remaja ini berani menyuarakan berbagai masalah yang kerap menjerat kelompok kulit berwarna melalui perannya.

Amandla kritis dan vokal terhadap situasi di sekelilingnya. “Aktivisme adalah kekuatan pendorong di belakang semua pekerjaan saya,” ujarnya. Namun, dia menegaskan, semua itu terjadi secara tidak sengaja. Amandla tak memberikan label itu kepada dirinya.

“Saya protes pasti. Rasanya agak lancang untuk mengambil label itu, tapi saya benar-benar merasa terhormat jika orang-orang mengonseptualisasikan saya seperti itu,” katanya, seperti dikutip Vanity Fair.

Amandla juga memiliki visi tersendiri, yakni agar orang merasa tidak sendirian atau kesepian. “Saya ingin mereka merasa terwakili. Saya ingin membuat sesuatu yang akan membumi dalam kemanusiaan kita.

Saya telah melalui periode perasaan terasing dan terisolasi dan berharap ada representasi bagi orang-orang yang memiliki pengalaman yang sama dengan pengalaman saya, apakah itu orang aneh atau orang kulit berwarna. Saya dapat berbicara tentang hal-hal yang saya mengerti dan saya telah diberi anugerah platform ini melalui akting,” sebutnya. (Susi Susanti)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5230 seconds (0.1#10.140)